Dalam dunia bisnis, kehidupan sehari-hari, atau bahkan dalam olahraga, kita sering kali terpaku pada gagasan untuk meraih kemenangan. Bagi sebagian besar dari kita, menang adalah tujuan utama—sebuah capaian yang dianggap sebagai puncak kesuksesan. Tapi, ada satu perspektif lain yang tidak kalah penting: strategi terbaik mungkin bukan tentang memenangkan pertempuran, melainkan tentang menghindari kekalahan.
Coba bayangkan skenario ini: seorang pengusaha menghadapi tekanan yang sangat besar untuk mengeksekusi ekspansi besar-besaran karena tuntutan pasar dan investor. Meski terdengar ambisius dan menjanjikan, keputusan besar ini sebenarnya mengandung banyak risiko, termasuk potensi kerugian besar jika pasar tidak merespons seperti yang diharapkan. Dalam kondisi seperti ini, strategi terbaik adalah memilih untuk lebih bijak dan bertahan, memastikan fondasi bisnis cukup kuat sebelum mengambil langkah besar.
Dalam bahasa yang lebih sederhana, strategi terbaik dalam situasi tertentu bisa jadi adalah untuk “bertahan” dan tidak terburu-buru. Ketika pasar mengalami guncangan, misalnya, perusahaan yang terlalu berani mengambil risiko besar akan berisiko terjungkal. Justru, perusahaan yang memilih langkah lebih aman—fokus pada efisiensi, memperkuat layanan pelanggan, atau mengoptimalkan operasional—bisa tetap eksis di tengah ketidakpastian dan bangkit kembali ketika keadaan sudah stabil.
Kita bisa melihat contoh nyatanya di dunia perbankan. Saat krisis keuangan global melanda di tahun 2008, banyak lembaga keuangan besar yang berusaha tetap agresif dan malah terjerembap. Sebaliknya, bank-bank yang mengambil langkah konservatif, yang lebih memilih untuk menstabilkan aset dan mengurangi risiko, berhasil bertahan dan justru mampu berkembang setelah krisis mereda. Pada akhirnya, pilihan untuk tidak melakukan ekspansi besar-besaran dan mengambil langkah “aman” terbukti menjadi strategi terbaik yang menghindarkan mereka dari kekalahan.
Dalam kehidupan sehari-hari, prinsip ini juga bisa kita terapkan. Kita sering kali melihat orang-orang di sekitar kita berlomba-lomba mengejar pencapaian—mulai dari karier, status sosial, hingga investasi. Namun, tak jarang keinginan untuk “menang” ini berujung pada kelelahan, stres, atau bahkan kerugian finansial. Alih-alih terpaku pada hasil akhir, terkadang memilih untuk bertahan dan menjaga stabilitas adalah keputusan yang lebih bijak. Kita fokus pada kesehatan mental, kestabilan finansial, atau hubungan baik dengan keluarga dan teman, yang mungkin tidak terlihat sebagai “kemenangan” besar, tetapi memberi fondasi kuat untuk perjalanan panjang hidup kita.
Strategi menghindari kekalahan ini juga bisa diterapkan dalam investasi. Investor yang berpengalaman sering kali lebih mementingkan bagaimana menjaga portofolio mereka dari kerugian besar dibandingkan mengejar keuntungan yang agresif. Mereka paham bahwa dengan menjaga modal tetap aman, keuntungan akan datang seiring waktu. Strategi ini dikenal sebagai strategi konservatif atau defensif, yang meskipun tidak selalu menghasilkan keuntungan fantastis, terbukti lebih aman dalam jangka panjang.
Pada akhirnya, strategi terbaik adalah yang memahami kapan harus maju dan kapan harus bertahan. Terkadang, kita terlalu sibuk mengejar kemenangan dan melupakan risiko di depan mata. Namun, dengan menghindari kekalahan, kita sebenarnya sedang merintis jalan menuju kemenangan sejati. Seperti kata pepatah, “Pelan-pelan asal selamat.”